GAMELAN JAWA III (lanjutan)
Penerapan Prinsip
Larasan Dalam Gamelan Wilahan Dan Pencon
Pelarasan pada alat music
tiup atau dawai (kawat) lebih sederhana dan mudah dibandingkan pelarasan pada
gamelan wilahan dan pencon. Pelarasan gamelan terdapat banyak kendala yang
berasal dari teknisnya (factor manusiannya) dan yang berasal dari sifat
material logamnya. Dari segi teknisnya dalam proses pelarasan ini banyak
dibutuhkan peralatan penunjangnya selain pengetahuan dan keahlian, juga terkait
erat dengan kepekaan pendengaran si pelaras. Dan dari segi material logam tentu
juga akan berbeda-beda sifat atau karakternya gamelan yang dibuat dari besi
baja, kuningan, singen dan perunggu. Juga pengaruh ketepatan paduan unsure
logam sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas dan kestabilan larasan gamelan
yang terbuat dari perunggu, singen dan kuningan. Maka dalam pelarasan gamelan
logam ini lebih sulit mencapai ketepatan
atau presisinya, toleransinya bisa mencapai 25 cents.
Teori Hardjosubroto
Berdasarkan dari sifat atau
karakter logam paduan perunggu yang terbentuk oleh karena kelemahan teknis
proses pembuatannya, maka terjadi kemungkinan bahwa kempyung yang bagaimanapun
murninya (702 cents) yang terbentuk pada
pelarasan gamelan wilahan dan pencon pada awalnya, lama kelamaan akan berubah
naik atau turun hingga maksimum 25 cents. Dengan kempyung tiga macam (675, 700
dan 720) disusun laras dengan model Hornbostel, yaitu mengembalikan deretan
kempyung 6 buah ke dalam satu gembyangan, maka akan terbentuk 3 laras yg
memiliki sruti-sruti atau interval-interval sebagai berikut:
Keterangan gambar: Bila kempyungnya bertambah besar, lima sruti
yang mulanya kecil ( 150 )dalam pelog itu akan bertambah besar, dan dua sruti
yang mula-mula besar (225) dalam pelog itu akan mengecil hingga habis sama sekali
dalam Slendro. Jadi kesimpulannya :
1.
Laras Pelog, laras slendro dan laras diatonic
terbentuknya dengan jalan yang sama, yaitu deretan kempyung diringkas kedalam
satu gembyangan.
2. Pengisaran pelog ke dalam slendro melewati
nada-nada diatonic itu karena bertambahnya kempyungan.
3. Tambah
atau berkurangnya kempyung terjadi oleh adanya embat, baik yang terbentuk di daerah pelog (atas) dan di daerah
slendro ( bawah).
4. Slendro
yang tidak sama rata yaitu slendro yang kempyungnya kurang dari 720 cents, dan
melepaskan dua nada yaitu nada pertama (Pl) dan nada ketujuh (Br).
5. Timbulnya
embat yang disengaja dalam Pelog dan slendro disebabkan oleh kebebasan
membentuk rasa indah si pelaras.
6. Timbulnya
pengisaran-pengisaran kecil yang terjadi disebabkan oleh factor teknis dan non
teknis dalam proses pembuatan yang kurang memadai ( keterbatasan pengetahuan
dan teknologi).
7. Induk
nada laras Huang-Tjong dengan frekuensi tertentu tidak ada. Laras-laras itu
terbentuk dari frekuensi pangkal yang paling enak dirasakan oleh pelaras, dari
sifat karawitan dimana lokasi berada.
Komentar
Posting Komentar