Kebudayaan 2



KEBUDAYAAN
Kau bekerja, supaya langkahmu seiring irama bumi, Serta perjalanan roh jagad ini.
Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim, Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri,
Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, Menuju keabadian masa.

Bila bekerja, engkau ibarat sepucuk seruling, Lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu.
Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, Pabila semesta raya melagukan gita bersama ?
Selama ini kaudengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, Dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan.
Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, Engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi, Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma.
Dengan selalu menyibukkan diri  dalam kerja, Hakekatnya engkau mencintai kehidupan.
Mencintai kehidupan dengan bekerja, Adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam.
…( dari cuplikan puisi Kahlil Gibran)

          Hidup adalah takdir yang harus diterima dan dijalani umat manusia. Dan hidup itu terus bergerak maju dan tumbuh sebagai kodratnya  alam yang menjadi  hak dasariah setiap manusia.
Namun hak dasariah manusia memiliki kodrat yang berbeda dari mahkluk hidup lain yang tidak dikaruniai  akal budi. Kodrat alami manusia dikendalikan oleh akal budinya dalam proses pertumbuhannya hingga akhir hayat, sehingga manusia memiliki kesadaran akan dirinya dan memiliki tujuan hidup. Manusia mampu menata dan merencanakan arah hidupnya, manusia mampu menciptakan alat bantu yang mempermudah kegiatannya dalam bertahan dan mengembangkan hidupnya. Dengan kepekaan estetika manusia mampu merasakan dan membutuhkan keindahan dalam warna hidupnya. Dan hanya manusia dapat belajar dari peristiwa masa lalunya juga memiliki  harapan kehidupan abadi di masa depan sesudah kematian duniawinya.
Singkatnya manusia dikaruniai pikiran untuk menyerap ilmu pengetahuan dan mewujudkan peralatan penunjang hidup  yang dinamakan teknik. Dan untuk  pengendalian hidup menuju idealisme kehidupan yang mulia dengan norma-normanya atau pemahaman nilai-nilai hidup tertinggi yang disebut Etika.
          Hidup yang terus bergerak dan dinamis sebagai mahkluk manusia  yang memiliki asal dan tujuan inilah kebudayaan itu. Kebudayaan itu dilakukan, dikerjakan  dan  berfungsi  dalam kehidupan manusia, bukan sebatas kebudayaan masa lalu yang diomongkan atau peninggalan-peninggalan museal belaka.

Ilmu Pengetahuan, Teknik Dan Etika Sebagai Pilar Budaya Manusia Yang Bermartabat Luhur
       Jaman modern adalah jaman di mana umat manusia telah mampu mengatasi keterbatasannya oleh alam ‘transenden’ menjadi ‘imanen’. Dan kunci keberhasilan umat manusia ini terletak pada potensi otak atau pikiran manusia yang mampu menyerap ‘ilmu pengetahuan’ secara luar biasa cepat dan tak terhingga besarnya.
        Melalui  ilmu pengetahuan manusia akan mampu memiliki ‘kekuasaan’, dengan menerapkannya dalam dunia ‘teknik’. Daya-daya kekuatan gaib, dunia transenden, dijadikan kekuatan imanen, artinya lewat teknik kekuatan-kekuatan itu diabdikan kepada ‘kecerdasan manusia’. ( Teknik dalam arti luas adalah; setiap pengetrapan, setiap penjabaran praktis dan metodis dari ilmu pengetahuan )
Dengan teknik tidak hanya kekuatan alam saja yang mampu ditundukkan pada perencanaan manusia, tetapi juga kekuatan-kekuatan dalam masyarakat dan dalam diri manusia sendiri. Kedahsyatan kemajuan dunia teknik hingga abad ini telah banyak memberi kemudahan dan kenyamanan pada kehidupan umat manusia. Bahkan mampu menciptakan penemuan-penemuan baru yang tidak pernah terbayangkan dimasa yang lalu. Hingga oleh para penulis cerita ‘fiksi ilmiah’ digambarkan suatu dunia yang serba ideal, dimana manusia dengan tekniknya mampu menguasai segala-galanya. Dengan teknik yang semakin maju maka kekuatan manusia akan semakin besar.
Namun, apakah dengan kemajuan teknik ini akan dapat menjamin kenyamanan, keamanan, kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia ?
Penerapan ilmu pengetahuan dalam ‘teknik’ berarti teknik sebagai suatu ‘alat’. Dan alat ini akan berguna secara positif atau baik bagi kehidupan bila ditangan orang yang memiliki ‘niat baik, tanggung jawab bagi kehidupan manusia’. Dan tidak dapat dipungkiri bila teknik akan menjadi sumber masalah bila tidak dipergunakan dengan benar atau di tangan orang-orang yang tidak memiliki tanggung jawab hidup terhadap diri dan orang lain, bahkan akan menjadi sebuah bencana besar bagi kehidupan! Misalnya teknik berdagang yang tidak jujur dan monopolis, teknik berpolitik machiavelian yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan, teknik berkuasa otoritarian, koruptif, manipulative dan eksploitatif, teknik industry tidak ramah lingkungan, teknik persenjataan pemusnah massal, teknik yang mengeksploitasi massa untuk tenaga kerja dan politik, juga alam, teknik hiburan yang mengekploitasi sexualitas dll. Penyalahguaan teknik demi ambisi rakus baik pribadi atau kelompok organisasi dan etnis masyarakat akan membawa pada kehancuran tatanan dan kehidupan masyarakat itu sendiri. Ini sebuah malapetaka dalam budaya umat manusia !
        Maka konsekwensinya manusia membutuhkan sebuah panduan tanggung jawab, yaitu ‘etika’.    Dengan etika manusia dituntun untuk berbuat baik dan benar, sebagai antisipasi penggunaan teknik dengan sewenang-wenang yang dapat merugikan atau membahayakan kehidupan manusia dan alam. Manusia dituntut membentuk kehidupan  bermartabat dan bertanggung jawab dalam peradaban yang humanis universal sebagai sebuah idealitas kehidupan yang transendental. Etika yang menjiwai norma-norma dan pranata dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara diharapkan akan mampu mencegah upaya komoditasi ataupun eksploitasi terhadap kebudayaan baik oleh perseorangan maupun kelompok penguasa / elite.
       Etika menerobos teknik dan membuka suatu dimensi transenden: dimensi harapan, evaluasi kritis dan tanggung jawab. Dalam dimensi transenden inilah dapat dilaksanakan suatu ‘strategi kebudayaan’( Prof. Dr. C. A. van Peursen ).
Menurut van Peursen, perkembangan kebudayaan dapat digambarkan dengan skema atau bagan sederhana yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam situasi dan kondisi yang selalu berganti rupa yang dialami oleh setiap manusia. Skema ini memuat tiga hal pokok yang dialami dalam perkembangan kebudayaan manusia, yaitu: (1) kebudayaan dalam lingkup ‘mitis’, bilamana manusia masih terbenam (seolah dibawah kekuasaan/dibatasi) dalam dunia sekitarnya; (2) kebudayaan tahap ‘ontologis’, bilamana manusia telah mampu mengatasi keterkungkungan dunia sekitarnya dan ambil jarak terhadap alam raya dan terhadap dirinya sendiri; (3) kebudayaan tahap ‘fungsionil’, bila manusia mulai menyadari relasi-relasi dan mendekati tema-tema tradisional ( alam, Tuhan, sesama, identitas sendiri) dengan cara baru.
      Dengan strategi kebudayaan yang tepat dapat dimungkinkan mampu menciptakan kodisi yang kondusif bagi perkembangan budaya yang mengarah pada kehidupan bermartabat, humanis universal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gamelan IV

GAMELAN JAWA III

GAMELAN JAWA III (lanjutan)